Alhamdulillah,
salawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabatnya. Amin.Hidup tidak selamanya
menggunakan motto “life is a style”? Apabila kita orang Jawa, pastinya tidak
asing dengan motto “ajining rogo soko busono” (harga diri tercermin dari
pakaian).Saudaraku, coba Anda bayangkan, apa perasaan Anda ketika sedang
berpenampilan perlente, semerbak mewangi, serta pakaian, sepatu, jam tangan,
tas, dan lain sebagainya serba bermerek, dengan harga seabrek.Bahkan, tidak
jarang dari saudara kita yang beranggapan bahwa agar penampilannya lebih
sempurna, ia masih perlu untuk menyisipkan sebatang rokok putih di
bibirnya.Keren, wah, dan penuh percaya diri. Kira-kira begitulah perasaan yang
bergemuruh dalam jiwa Anda kala itu. Bukankah demikian, Saudaraku?
Sebaliknya, bayangkan Anda sedang berpenampilan
gembel, baju compang-camping, sendal jepit, berjalan di salah satu pusat
belanja tersohor di kota Anda. Bagaimana perasaan Anda saat itu? Mungkinkah
saat itu Anda bisa tampil dengan percaya diri dan tetap menegakkan kepala, apalagi
membusungkan dada?Saudaraku, Anda pernah berkunjung ke Cibaduyut, Bandung?
Betapa banyak produk dalam negeri dengan mutu ekspor yang hasil penjualannya
seret di pasaran dalam negeri. Program cinta produk dalam negeri senantiasa
kandas, dan hanya sebatas isapan jempol sesaat, dan segera sirna.
Sebaliknya, setelah diberi label oleh perusahaan
asing, berbagai produk dalam negeri menjadi begitu laku di pasar, dan tentunya
dengan harga yang berlipat ganda.Saudaraku, mari kita merenung sejenak, dan
bertanya, “Sejatinya, harga diri saya terletak dimana? Mungkinkah harga diri
saya terletak pada pakaian, sepatu, jam, dan berbagai produk
lainnya?” Bila jawabannya, “Tidak,” lalu mengapa ketika berbelanja Anda
memilih barang dengan merek-merek terkenal yang harganya selangit? Padahal,
banyak merek lain, produk dalam negeri, mutu yang sama dan tentunya dengan
harga yang jauh lebih murah, tidak masuk dalam nominasi daftar belanja Anda?
Saudaraku, atau mungkinkah kepercayaan diri Anda terletak pada
sepuntung rokok yang tidak lama lagi akan Anda injak dengan sepatu Anda?Betapa
sengsaranya diri Anda, bila Anda beranggapan bahwa harga diri dan kepercayaan
Anda hanya tumbuh bila Anda melengkapi diri Anda dengan berbagai produk orang
lain. Sehingga bila pada suatu saat Anda tidak dilengkapi dengan berbagai
asesoris, Anda merasa kurang percaya diri atau bahkan rendah diri.
Bahkan, kalaupun Anda dilengkapi dengan berbagai
asesoris mewah yang Anda miliki, maka Anda akan kembali merasakan rendah diri
tatkala berhadapan dengan orang yang mengenakan asesoris lebih “wah” dibanding
yang Anda kenakan.Juga, sudah barang tentu, bila harga diri Anda terletak pada
asesoris yang melekat pada diri Anda, maka tidak lama lagi harga diri Anda akan
ketinggalan zaman alias “expire date”.Wah, gimana tuh rasanya punya harga diri
yang “expire date”?Ketahuilah Saudaraku, sejatinya harga diri Anda terletak
pada jiwa Anda. Harga diri Anda terpancar dari iman dan ketakwaan Anda kepada
Allah. Bila Anda adalah orang yang berjiwa besar, benar memiliki harga diri,
maka Anda tetap percaya diri, walau tidak dilengkapi oleh berbagai asesoris
mewah dan bermerek. Harga diri Anda terletak pada iman dan kedekatan Anda
kepada Allah Ta’ala.
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan, serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Qs. Al-Hujurat: 13)
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjalankan Haji Wada’
bersama umat Islam, yang kala itu kira-kira berjumlah 100.000 jemaah haji,
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan hal ini, dengan berkata,
“Wahai umat
manusia, sesungguhnya Tuhan kalian adalah Maha Esa, dan ayah kalian satu (yaitu
Nabi Adam). Ketahuilah, bahwa tidak ada kelebihan bagi orang Arab
dibanding non-Arab, tidak pula bagi non-Arab atas orang Arab, tidak pula bagi
yang berkulit putih kemerahan dibanding yang berkulit hitam, tidak pula
sebaliknya bagi yang berkulit putih atas yang berkulit putih kemerahan kecuali
dengan ketakwaan.” (Hr. Ahmad)
Pada suatu hari, sahabat Umar bin al-Khaththab
menangis karena menyaksikan punggung Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bergaris-garis setelah berbaring di atas tikar daun kurma. Ia berkata, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Raja Persia dan Romawi bergelimang dalam kemewahan,
sedangkan engkau adalah utusan Allah demikian ini halnya.”Mendengar ucapan sahabatnya
ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Tidakkah engkau merasa
puas bila mereka mendapatkan kenikmatan dunia, sedangkan engkau mendapatkan
kenikmatan di akhirat?” (Muttafaqun ‘alaihi)
Jawaban ini begitu membekas pada jiwa sahabat
Umar bin al-Khaththab, sehingga beliau benar-benar menerapkannya dalam
kehidupan. Sampai pun setelah beliau menjadi khalifah, dan berhasil menundukkan
kerajaan Persia dan Romawi yang dahulu begitu ia kagumi kekayaannya.Setelah
umat Islam berhasil menguasai Baitul Maqdis, Khalifah Umar bin al-Khaththab
radhiyallahu ‘anhu datang ke sana guna menandatangani surat perjanjian dengan
para pemuka penduduk setempat, sekaligus menerima kunci pintu Baitul Maqdis.
Beliau datang dengan mengenakan sarung, sepatu kulit, dan imamah. Pada saat
beliau hendak menyeberangi sebuah parit yang penuh dengan air mengalir, beliau
turun dari unta, dan tanpa rasa sungkan sedikit pun beliau menuntun
tunggangannya tersebut.
Melihat penampilan beliau yang demikian itu,
sebagian pasukan muslimin yang ikut serta menjemput kehadiran beliau berkata,
“Wahai Amirul Mukminin, engkau akan disambut oleh pasukan dan para pendeta
Syam, sedang penampilanmu semacam ini?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya hanya
dengan Islamlah Allah memuliakan kita, karenanya kita tidak akan mencari
kemuliaan dengan jalan selainnya.” (Hr. Ibnu Abi Syaibah)
Pada riwayat al-Hakim, Umar bin Khaththab
berkata,“Sesungguhnya, kita dahulu adalah kaum paling hina, kemudian Allah
memuliakan kita dengan agama Islam. Sehingga, jika kita berusaha mencari
kemuliaan dengan selain agama Islam, pasti Allah akan menimpakan kehinaan
kepada kita.”Demikianlah halnya, bila seseorang telah menemukan harga dirinya
dalam jiwanya. Ia tidak merasa berkurang harga dirinya, karena kurangnya
asesoris yang melekat pada dirinya, dan ia juga tidak bertambah percaya diri
karena berbagai asesoris yang tersemat pada dirinya.
Pada peperang Qadisiyah, pasukan umat Islam yang berjumlah 30.000
personil, di bawah komando sahabat Sa’ad bin Abi Waqqas, menghadapi pasukan
Persia yang berjumlah 200.000 personil. Sebelum peperangan dimulai, panglima
perang Persia meminta agar umat Islam mengutus seorang juru runding guna
berunding dengannya. Memenuhi permintaan ini, sahabat Sa’ad bin Abi Waqqas
mengutus Rib’i bin ‘Amir.
Setibanya
Rib’i di pertendaan Panglima Persia yang bernama Rustum, ia mendapatkan tenda
Rustum telah dihiasi dengan permadani berhiaskan emas, sutra, permata, intan
berlian, dan hiasan indah lainnya. Rustum yang mengenakan mahkota dan berbagai
asesoris mewah lainnya, telah duduk menunggunya di atas kursi yang terbuat dari
emas.
Adapun Ribi’i
datang dengan mengenakan pakaian yang kedodoran karena kebesaran, menenteng
sebilah pedang, sebatang tombak, perisai, dan menunggangi kuda yang pendek.
Ribi’i terus berjalan sambil menunggangi kudanya, hingga kudanya menginjak
ujung permadani tenda Rustum.
Selanjutnya,
ia turun dan menambatkan kudanya di beberapa bantal sandaran yang ada di tenda
Rustum. Ia maju menghadap ke Rustum dengan tetap menenteng pedangnya, mengenakan
baju dan topi besinya.
Menyaksikan
ulah Ribi’i ini, sebagian pengawal Rustum menghardiknya dengan berkata,
“Letakkan senjatamu!”
Tanpa gentar,
Rabi’i menanggapi hardikan itu dengan berkata, “Bukan aku yang berinisiatif
untuk datang ke tempat kalian, tetapi kalianlah yang mengundangku untuk datang.
Bila kalian tidak suka dengan caraku ini, maka aku akan kembali.”
Mendengar
perdebatan ini, Rustum berkata, “Biakan ia masuk.”
Tatkala Rib’i
dizinkan masuk, tidak diduga, ia menghunjamkan tombaknya ke setiap bantal
sandaran sutra yang ia lalui.
Setibanya di
hadapan Rustum, ia bertanya kepada Ribi’i, “Apa tujuan kalian datang kemari?”
Ribi’i segera
menjawab dengan tegas, “Kami datang untuk membebaskan umat manusia dari
perbudakan kepada sesama manusia menuju perbibadatan kepada Allah, dari
himpitan hidup dunia, kepada kelapangan hidup di akhirat, dari penindasan
tokoh-tokoh agama, ke dalam naungan keadilan agama Islam. Allah mengutus kami
untuk menyebarkan agama-Nya kepada seluruh umat manusia. Barangsiapa yang menerima
seruan kami, maka kami menerima keputusannya itu dan kami pun segera kembali ke
negeri kami. Adapun orang yang enggan menerima seruan kami, maka kami akan
memeranginya, hingga kita berhasil menggapai janji Allah.”
Spontan, Rutum
dan pasukannya kembali bertanya, “Apa janji Allah untuk kalian?”
Ribi’i
menjawab, “Orang yang gugur dalam perjuangan ini mendapatkan surga dan kejayaan
bagi yang selamat.” (Al-Bidayah wa an-Nihayah, oleh Ibnu Katsir: 7/46–47)
Demikianlah,
bila harga diri seseorang tertanam kuat dalam jiwanya. Ia tidak menjadi gentar
atau rendah diri walaupun penampilannya serba pas-pasan, sedangkan lawan
bicaranya lengkap dengan berbagai asesoris yang menyilaukan mata.
Saudaraku,
Anda bisa bayangkan, andai Anda dengan perlengkapan yang ditugasi untuk menemui
panglima perang Persia dengan perlengkapan yang demikian itu, kira-kira
bagaimana perasaan dan sikap Anda?
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bisa saja
seseorang berpenampilan kumuh, selalu diusir orang karena dianggap remeh, namun
bila ia bersumpah memohon kepada Allah, maka Allah pasti memenuhi
permohonannya.” (Hr. Muslim)
Sebaliknya,
walaupun berbagai asesoris yang berkilau, indah nan mahal harganya telah
melekat pada diri Anda,tetapi Anda jauh dari Allah, bergelimang dalam
kemaksiatan, maka kehinaan akan melekat selalu di kening Anda.
Al-Hasan
al-Bashri berkata,
“Sesungguhnya,
meskipun mereka (yaitu, para pelaku kemaksiatan dan dosa) menunggangi kuda yang
gagah, dibuat melenggak-lenggok oleh keledai yang mereka tunggangi, tetapi
kehinaan akibat amal kemaksiatan senantiasa melekat di hatinya. Allah tidak
akan menimpakan sesuatu kepada orang yang bermaksiat kepanya-Nya kecuali
kehinaan.”
Haramkah Anda
Berpakaian Bagus?
Saudaraku,
mungkin Anda bertanya, “Bila demikian, apa itu artinya umat Islam harus
berpenampilan kumuh, kusut, tidak rapi dan meninggalkan segala keindahan
dunia?”
Tidak
demikian, Saudaraku! Besarkan hati Anda, tidak perlu kawatir. Anda tetap
dibenarkan untuk mencicipi berbagai keindahan dunia. Bahkan sebaliknya,
berbanggalah menjadi umat islam, karena Allah Ta’ala menciptakan segala isi
dunia tiada lain kecuali untuk kepentingan Anda.
“Dialah Allah
yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (Qs. Al-Baqarah: 29)
Pada ayat
lain, Allah berfirman,
“Katakanlah, ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang
telah di keluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya, dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezeki yang baik?’ Katakanlah, ‘Semuanya itu (disediakan) bagi
orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di
hari kiamat.’ Demikianlah, Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang
mengetahui.” (Qs. Al-A’raf: 32)
Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,“Tidak masuk surga orang yang di hatinya terdapat sebesar debu dari
kesombongan.” Spontan, salah seorang sahabat Nabi terkejut dan bertanya,
“Sesungguhnya ada orang yang suka bila berpakaian bagus, dan mengenakan sendal
yang bagus pula.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapi
pertanyan ini dengan bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Indah, mencintai
keindahan. Kesombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (Hr.
Muslim)
Pendek kata, harga diri Anda hanya ada di dalam
jiwa Anda. Bila Anda berjiwa besar karena dekat dengan Allah Yang Mahabesar dan
Mahaagung, sumber segala kebesaran, maka tanpa asesoris yang macam-macam pun,
Anda tetap percaya diri. Sebaliknya, bila jiwa Anda kerdil karena jauh dari
Allah Yang Mahabesar dan Mahaagung, maka apa pun asesoris yang Anda sematkan
pada diri Anda, tidak akan dapat mengangkat derajat Anda. Percayalah,
Saudaraku!
Di antara aplikasi nyata keyakinan ini, Anda akan selalau membeli segala
kebutuhan Anda tepat guna dengan harga yang tepat pula dan tidak pernah membeli
produk hanya karena pertimbangan mereknya.Sebagaimana Anda tidak menjadi latah
dengan tren yang sedang berkembang di masyarakat. Anda tetap percaya diri
walaupun asesoris yang Anda kenakan telah “expire date”, karena Anda percaya
bahwa harga diri Anda terletak pada iman dan takwa Anda yang tidak pernah
kadaluwarsa.Akhirnya, saya mohon maaf bila ada kata-kata saya yang kurang
berkenan. Semoga Allah Ta’ala melimpahkan kemurahan-Nya kepada kita semua,
sehingga kita menjadi hamba-Nya yang besar karena besarnya iman yang melekat di
dada. Wallahu a’alam bish-shawab.
No comments:
Post a Comment